Archive for the ‘catatan harian seorang ayah’ Category
0
Saya masih ingat betul sosok guru Matematika saya ketika SD. Namanya Pak Badri. Perawakannya gembul, pendek, lucu. Beliau, seingat saya, jarang membawa buku ke kelas. Jika mengajar, enak saja beliau menulis di papan hingga penuh. Hapal betul guru ini, batin saya. Menerangkan pun sama saja, tanpa teks. Belasan rumus Matematika seperti berhambur begitu saja dari mulut beliau. Ceramah adalah satu-satunya cara beliau mentransfer ilmu. Tidak ada metode lain. Kayaknya saat itu belum jamannya guru membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hehe. (more…)
Rokaat pertama baru saja dimulai, “Aduhhhh….hhhh,” gumamku dalam hati sembari merinding.
Ruku pertama, ada sesuatu yang hidup merambat di tengkukku. Apalagi ini….
Meski hanya dua rokaat, tapi teraweh kali ini serasa sepanjang solat Isya. Apalagi imamnya tidak hanya membaca surat-surat pendek, tapi baca mushaf. Mana pas lagi tugas jadi bilal, mau ke kamar mandi ngelepas baju juga ndak mungkin. Akhirnya, selama 20 rokaat traweh pun menahan diri sambil berdoa, “Kuatkan tanganku untuk tidak menggaruk Ya Allah,” hehe. (more…)
“Gak papa, besok lak sembuh. Sini diolesi minyak tawon,” jawabku enteng sembari nonton tivi.
Sambil mapan bubu si enCha tetep sibuk liatin tangannya.
Eh lhadalah, keesokan paginya lha kok tambah mbendul, melebar, berisi cairan, bening. “Gatelll,” sambat murid Playgroup ini.
Kuamati, lukanya seperti bekas terbakar korek api, atau kenyonyok rokok. Melingkar sebesar uang logam seratusan, dengan warna merah di sekitarnya. (more…)
Saya baru beberapa tahun menjadi guru kejuruan di SMK. Kedua jari di tangan saya masih cukup untuk menghitung. Terbilang yunior dibanding teman-teman guru di sekolah saya. Akan tetapi saya juga bersemangat untuk menjadi guru produktif sepenuhnya. Yang benar-benar menguasai bidang produktif, terutama Pemesinan, bidang saya.
Tapi entah mengapa, niatan ini seringkali timbul tenggelam. Keseharian saya hanya disibukkan dengan administrasi mengajar yang tiada habisnya. Mulai dari merancang perangkat pembelajaran, melalui proses mengajar hingga kegiatan tugas tambahan.
Saya mendambakan adanya kumpulan guru produktif yang mampu menyuntik semangat saya untuk belajar lebih banyak. MGMP sebagai induk guru kejuruan sangat dibutuhkan, karena dengan berkumpul, maka akan terjadi sharing.
Tapi selama ini mati suri. (more…)
Seingat saya, saya ndak banyak menceritakan dalam blog ini anak kedua saya. Ya biasalah, anak pertama memang menyedot abis perhatian, kasih sayang dan segalanya. Bener kata orang, kelahiran anak kedua disambut apa adanya, seadanya, haha. Nak, jangan tersinggung ya jikalau belasan tahun kemudian kamu membaca tulisan ini. Warning ini saya kira perlu, karena tabiat anak kedua saya ini memang berbeda dengan kakaknya. Kalau kakaknya cenderung lebih sabar, si adik cenderung menghabiskan kesabaran. Seperti yang biasa diungkap mamanya, “Suwe-suwe mama yo gak sabar lo, Cha!”